bubuk kopi
bubuk kopi
Jauh sebelum kafe-kafe bermunculan dan budaya ‘ngopi’ menjadi bagian
dari gaya hidup modern, di desa-desa seputar kota kecil Lasem ada
kebiasaan ngopi yang sudah menjadi tradisi. Namanya unik: “Warung Kopi
Lelet”. Dari sekian banyak yang tersebar, salah satunya yang sempat saya
kunjungi terletak di seberang kelenteng ’Cu An Kiong’, kelenteng tertua
di Lasem yang dibangun abad ke-15/16. Sekilas tampilan Warung Kopi
Lelet ini seperti warung kopi biasa; sederhana, apa adanya, menciptakan
suasana santai. Orang-orang datang untuk ngopi, ngobrol, merokok, dan
yang paling menarik adalah ngopi sambil ‘ngelelet’. Nah, apa itu?
Kopi Lelet khas Lasem ini cara pembuatannya bukan seperti kopi tubruk
biasa yang sesudah diseduh dibiarkan sebentar, lalu diminum. Pembuatan
Kopi Lelet ini mirip kopi Turki dimana bubuk kopi dtuang air panas dan
dimasak lagi hingga mendidih, menghasilkan kopi yang kental dan mantap
rasanya. Umumnya penikmat kopi lelet ini juga perokok. Mengapa? Karena
setelah kopi selesai dinikmati, ampas yang tersisa di cangkir itulah
yang akan digunakan oleh si perokok sebagai bahan untuk ‘ngelelet’.
Alatnya ia buat sendiri dari batang korek api yang ia raut menggunakan
silet agar tajam ujungnya, lalu dengan alat itu ia melelet-leletkan
ampas kopi pada batang rokok seperti layaknya pelukis atau pembatik
menciptakan berbagai motif. Jadi sekali ngopi, berbagai kenikmatan bisa
ia dapatkan. Nikmat menyeruput kopi yang mantap rasanya, nikmat
berkreasi menciptakan motif, dan nikmat menghisap rokok yang konon saat
dihisap memiliki aroma yang khas pula. Mungkin aromanya
‘nyerempet-nyerempet’ aroma kopi yang dilelet itu, dan katanya di
situlah nikmatnya si Kopi Lelet ini.
Posting Komentar